TEORI BELAJAR B.F SKINNER
Guna
memenuhi tugas matakuliah Pengembangan Pembelajaran IPA SD dibimbing oleh Drs.
Nuriman, Ph.D
Kelompok
8
Kelas
B
Oleh:
1. Okki
Furi Febriyana (130210204036)
2. Ana
Indria Rosana (130210204037)
3. Ika
Yuliyanti Kusuma (130210204042)
4.
Berti Ria Novita Slamet (130210204044)
5. Ella Mashulatul Mufida (130210204120)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN
ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2016
TEORI
BELAJAR PRILAKU
KONDISIONING
OPERAN B.F SKINNER
(Di dapat sumber dari internet)
E. SEJARAH MUNCULNYA TEORI KONDISIONING OPERAN B.F SKINNER
Asas
pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930-an, pada waktu
keluarnya teori S-R. Pada waktu keluarnya teori-teori S-R. pada waktu itu model
kondisian klasik dari Pavlov telah memberikan pengaruh yang kuat pada
pelaksanaan penelitian. Istilah-istilah seperticues (pengisyratan), purposive
behavior(tingkah laku purposive) dan drive stimuli(stimulus
dorongan) dikemukakan untuk menunjukkan daya suatu stimulus untuk memunculkan
atau memicu suatu respon tertentu.
Skinner
tidak sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan reflex bersyarat dimana
stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Menurut
Skinner penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap
untuk menjelaskan bagaimana embere berinteraksi dengan lingkungannya. Bukan
begitu, banyak tingkah laku menghasilkan perubahan atau konsekuensi pada
lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap embere dan dengan begitu mengubah
kemungkinan embere itu merespon nanti. Asas-asas
kondisioning operan adalah kelanjutan dari tradisi yang didirikan oleh John
Watson. Artinya, agar psikologi bisa menjadi suatu ilmu, maka studi tingkah
laku harus dijadikan embe penelitian psikologi. Tidak seperti halnya
teoritikus-teoritikus S-R lainnya, Skinner menghindari kontradiksi yang
ditampilkan oleh model kondisioning klasik dari Pavlov dan kondisioning
instrumental dari Thorndike. Ia mengajukan suatu embere yang mencakup kedua
jenis respon itu dan berlanjut dengan mengupas kondisi-kondisi yang bertanggung
jawab atas munculnya respons atau tingkah laku operan.
B. KAJIAN
UMUM TEORI B.F SKINNER
Inti dari teori behaviorisme Skinner
adalah Pengkondisian operan (kondisioning operan). Pengkondisian operan adalah
sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari prilaku menghasilkan
perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan diulangi. Ada 6 asumsi yang
membentuk landasan untuk kondisioning operan (Margaret E. Bell Gredler, hlm
122). Asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:
1. Belajar itu adalah tingkah laku.
2. Perubahan tingkah-laku (belajar)
secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan dalam kejadian-kejadian di
lingkungan kondisi-kondisi lingkungan.
3. Hubungan yang berhukum antara
tingkah-laku dan lingkungan hanya dapat di tentukan kalau sifat-sifat
tingkah-laku dan kondisi eksperimennya di devinisikan menurut fisiknya dan di
observasi di bawah kondisi-kondisi yang di control secara seksama.
4. Data dari studi eksperimental
tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima
tentang penyebab terjadinya tingkah laku.
Tabel Perbandingan Respons Elisit
dan Tingkah-Laku Operan
Respons Elisit ( Refleks )
|
Respons Emisi atau Operan
|
Ada korelasi yang dapat diamati
antara stimulus dan respons; Respons yang terpancing keluar terutama untuk
menjaga kesejahteraan embere.
|
Ada respons bertindak mengenai
lingkungan yang menimbulkan konsekuensi yang berpengaruh pada organisasi, dan
dengan demikian mengubah tingkah-laku yang akan ember; Tidak ada korelasi nya
dengan stimulus sebelumnya.
|
Di kondisikan dengan substitusi
stimulus; Kondisioning Tipe S
|
Di kondisikan melalui konsekuensi
respons yang memperbesar peluang merespons; Kondisioning Tipe R.
|
1. Tingkah-laku embere secara
individual merupakan sumber data yang cocok.
2. Dinamika interaksi embere dengan
lingkungan itu sama untuk semua jenis mahkluk hidup.
Berdasarkan
asumsi dasar tersebut menurut Skinner (J.W. Santrock, 272) ember yang
terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement )
dan hukuman (punishment).
Penguatan
dan Hukuman.
Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang
meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman(punishment)
adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku
Penguatan boleh jadi kompleks.
Penguatan berarti memperkuat. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua bagian:
– Penguatan
positif adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons
meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk
penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku
(senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan
jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).
–
Penguatan embere, adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa
frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang
merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan embere antara lain:
menunda/tidak ember penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan
perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).
Satu
cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif dan penguatan
negatifadalah dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau
diperoleh. Dalam penguatan embere, ada sesuatu yang dikurangi atau di
hilangkan. Adalah mudah mengacaukan penguatan embere dengan hukuman. Agar
istilah ini tidak rancu, ingat bahwa penguatan embere meningkatkan probabilitas
terjadinya suatu prilaku, sedangkan hukuman menurunkan probabilitas terjadinya
perilaku. Berikut ini disajikan contoh dari konsep penguatan positif, embere,
dan hukuman (J.W Santrock, 274).
Penguatan
positif
|
||
Perilaku
Murid mengajukan pertanyaan yang
bagus
|
Konsekuensi
Guru menguji murid
|
Prilaku
kedepan
Murid mengajukan lebih banyak
pertanyaan
|
Penguatan
negatif
|
||
Perilaku
Murid menyerahkan PR tepat waktu
|
Konsekuensi
Guru
berhenti menegur murid
|
Prilaku
kedepan
Murid makin sering menyerahkan PR
tepat waktu
|
Hukuman
|
||
Perilaku
Murid menyela guru
|
Konsekuensi
Guru mengajar murid langsung
|
Prilaku
kedepan
Murid berhenti menyela guru
|
Ingat bahwa penguatan bisa
berbentuk postif dan embere. Dalam kedua bentuk itu, konsekuensi meningkatkan
prilaku. Dalam hukuman, perilakunya berkurang.
|
Kupasan
yang dilakukan Skinner menghasilkan suatu sistem ringkas yang dapat diterapkan
pada dinamika perubahan tingkah laku baik di laboratorium maupun di dalam
kelas. Belajar, yang digambarkan oleh makin tingginya angka keseringan respons,
diberikan sebagai fungsi urutan ketiga unsure (SD)-®-(R Reinsf). Skinner menyebutkan praktek khas menempatkan
binatang percobaan dalam “kontigensi terminal”. Maksudnya, binatang itu harus
berusaha penuh resiko, berhasil atau gagal, dalam mencari jalan lepas dari
kurungan atau makanan. Bukannya demikian itu prosedur yang mengena ialah
membentuk tingkah-laku binatang itu melalui urutan Sitimulus-respon-penguatan
yang diatur secara seksama.
Dikelas,
Skinner menggambarkan praktek “tugas dan ujian” sebagai suatu contoh
menempatkan pelajar yang manusia itu dalam kontigensi terminal juga. Skinner
menyarankan penerapan cara pemberian penguatan komponen tingkah laku seperti
menunjukkan perhatian pada stimulus dan melakukan studi yang cocok terhadap
tingkah laku. Hukuman harus dihindari karena adanya hasil sampingan yang
bersifat emosional dan tidak menjamin timbulnya tingkah laku positif yang
diinginkan. Analisa yang dilakukan Skinner tersebut diatas meliputi peran
penguat berkondisi dan alami, penguat positif dan negative, dan penguat umum.
Dengan
demikian beberapa prinsip belajar yang dikembangkan oleh Skinner antara lain:
–
Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan,
jika benar diberi penguat.
–
Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
–
Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
–
Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
–
Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu
diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
–
Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah
diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio embere.
–
Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
Disamping itu pula dari eksperimen
yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung
merpati menghasilkan embe-hukum belajar, diantaranya :
1. Law of operant embereing yaitu jika timbulnya perilaku
diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan
meningkat.
b. Law
of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
C. APLIKASI
TEORI SKINNER TERHADAP PEMBELAJARAN.
Beberapa aplikasi teori belajar
Skinner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
–
Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
–
Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan
dan jika benar diperkuat.
–
Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
–
Materi pelajaran digunakan sistem modul.
– Tes
lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
–
Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
– Dalam
proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
–
Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran
agar tidak menghukum.
–
Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
–
Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
–
Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat
mencapai tujuan.
–
Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan shaping.
–
Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
–
Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
–
Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara
tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya.
Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas guru
berat, administrasi kompleks.
D. ANALISIS PERILAKU
TERAPAN DALAM PENDIDIKAN
Banyak
aplikasi Pengkondisian operan telah dilakukan diluar riset laboratorium, antara
lain dikelas, rumah, setting bisnis, rumah sakit, dan tempat
lain di dunia nyata.
Analisis
Perilaku terapan adalah
penerapan prinsip pengkondisian operan untuk mengubah perilaku manusia. Ada
tiga penggunaan analisis perilaku yang penting dalam bidang pendidikan yaitu
1. Meningkatkan perilaku yang
diinginkan.
2. Menggunakan dorongan (prompt) dan
pembentukkan (shaping).
3. Mengurangi perilaku yang tidak
diharapkan.
Meningkatkan
perilaku yang diharapkan
Lima strategi pengkondisian operan
dapat dipakai untuk meningkatkan perilaku anak yang diharapkan yaitu:
– Memilih
Penguatan yang efektif: tidak semua penguatan akan sama
efeknya bagi anak. Analisis perilaku terapan menganjurkan agar guru mencari
tahu penguat apa yang paling baik untuk anak, yakni mengindividualisasikan
penggunaan penguat tertentu. Untuk mencari penguatan yang efektif bagi seorang
anak, disarankan untuk meneliti apa yang memotivasi anak dimasa lalu, apa yang
dilakukan murid tapi tidak mudah diperolehnya, dan persepsi anak terhadap
manfaat dan nilai penguatan. Penguatan alamiah seperti pujian lebih dianjurkan
ketimbang penguat imbalan materi, seperti permen, mainan dan uang.
– Menjadikan
penguat kontingen dan tepat waktu: agar penguatan dapat
efektif, guruharus memberikan hanya setelah murid melakukan perilaku tertentu.
Analisis perilaku terapan seringkali menganjurkan agar guru membuat pernyataan
”jika…maka”. Penguatan akan lebih efektif jika diberikan tepat pada waktunya,
sesegera mungkin setelah murid menjalankan tindakan yang diharapkan. Ini akan
membantu anak melihat hubungan kontingensi antar-imbalan dan perilaku mereka.
Jika anak menyelesaikan perilaku sasaran (seperti mengerjakan sepuluh soal
matematika) tapi guru tidak memberikan waktu bermain pada anak, maka anak itu
mungkin akan kesulitan membuat hubungan kontingensi.
– Memilih
jadwal penguatan terbaik: menyusun jadwal penguatan
menentukan kapan suatu respons akan diperkuat. Empat jadwal penguatan utama
adalah
a) Jadwal
rasio tetap: suatu perilaku diperkuat setelah sejumlah respon.
b) Jadwal
rasio variabel : suatu
perilaku diperkuat setelah terjadi sejumlah respon, akan tetapi tidak
berdasarkan basis yang dapat diperidiksi.
c) Jadwal
interval – tetap : respons
tepat pertama setelah beberapa waktu akan diperkuat.
d) Jadwal
interval – variabel : suatu
respons diperkuat setelah sejumlah variabel waktu berlalu.
– Menggunakan
Perjanjian. Perjanjian (contracting) adalah
menempatkan kontigensi penguatan dalam tulisan. Jika muncul problem dan anak
tidak bertindak sesuai harapan, guru dapat merujuk anak pada perjanjian yang
mereka sepakati. Analisis perilaku terapan menyatakan bahwa perjanjian kelas
harus berisi masukan dari guru dan murid. Kontrak kelas mengandung pernyataan
”jika… maka” dan di tandatangani oleh guru dan murid, dan kemudian diberi
tanggal.
– Menggunakan
penguatan embere secara efektif: dalam pengutan embere, frekuensi
respons meningkat karena respon tersebut menghilangkan stimulus yang
dihindari.seorang guru mengatakan”Pepeng, kamu harus menyelesaikan PR mu dulu diluar
kelas sebelum kamu boleh masuk kelas ikut pembelajaran” ini berarti seorang
guru menggunakan penguatan embere.
Menggunakan
dorongan (prompt) dan pembentukan (shapping)
Prompt (dorongan) adalah stimulus tambahan atau
isyarat tambahan yang diberikan sebelum respons dan meningkatkan kemungkinan
respon tersebut akan terjadi. Shapping(pembentukan) adalah
mengajari perilaku baru dengan memperkuat perilaku sasaran.
Mengurangi
perilaku yang tidak diharapkan
Ketika guru ingin mengurangi
perilaku yang tidak diharapkan (seperti mengejek, mengganggu diskusi kelas,
atau sok pintar) yang harus dilakukan berdasarkan analisis perilaku terapan
adalah
–
Menggunakan Penguatan Diferensial.
–
Menghentikan penguatan (pelenyapan)
–
Menghilangkan stimuli yang diinginkan.
–
Memberikan stimuli yang tidak disukai (hukuman)
E. KELEBIHAN
DAN KEKURANGAN TEORI SKINNER
Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan
untuk menghargai setiap anak didiknya. Hal ini ditunjukkan dengan
dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan
lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya
kesalahan.
Kekurangan
Beberapa
kelemahan dari teori ini berdasarkan analisa teknologi (Margaret E. B. G.
1994) adalah bahwa: (i) teknologi untuk situasi yang kompleks tidak bisa
lengkap; analisa yang berhasil bergantung pada keterampilan teknologis, (ii)
keseringan respon sukar diterapkan pada tingkah laku kompleks sebagai ukuran
peluang kejadian. Disamping itu pula, tanpa adanya sistem hukuman akan
dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang
sebuah kedisiplinan. Hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan
belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas
guru akan menjadi semakin berat.
Beberapa Kekeliruan dalam penerapan
teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk
mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan
sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri
kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun
fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk
pada siswa.
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat
diberikan setelah mengkaji teori belajar B.F Skinner adalah sebagai
berikut:
1. Beberapa ember dasar dalam teori
operan kondisioning Skinner dijelaskan pada tabel berikut:
Unsur
Dasar
|
Definisi
|
Asumsi
|
Perubahan tingkah laku ialah
fungsi dari kondisi dari lingkungan dan peristiwa
|
Belajar
|
Perubahan tingkah laku ditunjukkan
oleh meningkatnya keseringan respon.
|
Hasil belajar
|
Respons yang baru (tingkah laku)
|
Komponen Belajar
|
(SD)-®-(R Reinsf)
|
Perancangan pembelajaran untuk
belajar yang kompleks
|
Merancang urutan stimulus – respon
– penguatan untuk mengembangkan himpunan respons kompleks.
|
Isi pokok dalam merancang
pembelajaran
|
Pemindahan kendali stimulus, waktu
penguatan; menghindarkan hukuman.
|
1. Teori belajar operan kondisioning
Skinner ember banyak kontribusi untuk praktik pengajaran. Konsekuensi
penguatan dan hukuman adalah bagian dari kehidupan dan murid. Jika dipakai
secara efektif, pandangan teori ini akan mendapat membantu para guru dalam
pengelolaan kelas. Demikian pula prinsip-prinsip dan embe-hukum belajar yang
tertuang dalam teori ini akan membantu guru dalam menggunakan pendekatan
pengajaran yang cocok untuk mencapai hasil belajar dan perubahan tingkah laku
yang positif bagi anak didik.
2. kritik terhadap teori pengkondisian
operan Skinner adalah seluruh pendekatan itu terlalu banyak menekankan pada
control eksternal atas perilaku murid. Teori ini berpandangan bahwa strategi
yang lebih baik adalah membantu murid belajar mengontrol perilaku mereka
sendiri dan menjadi termotivasi secara internal. Beberapa kritikus mengatakan
bahwa bukan ganjaran dan hukuman yang akan mengubah perilaku, namun keyakinan
atau ekspektasi bahwa perbuatan tertentu akan diberi ganjaran atau hukuman. Atau
dengan kata lain teori behaviorisme tidak ember cukup perhatian pada proses
kognitif dalam proses belajar.
BELAJAR
MENURUT
PANDANGAN SKINNER
(Di dapat
Sumber dari buku belajar dan pembelajaran penulis Dr.Dimyati dan Drs. Mudjiono
)
Skinner
berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka
responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya
menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut:
(i)
Kesempatan terjadinya peristiwa yang
menimbulkan respons pebelajar,
(ii)
Respons si pebelajar, dan
(iii)
Konsekuensi yang bersifat menguatkan
respons tersebut. Pemerkut terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi
tersebut. Sebagai ilustrasi, perilaku respons si pebelajar yang baik diberi
hadiah. Sebaliknya, perilaku respons yang tidak baik diberi teguran dan
hukuman.
Guru dapat menyusun program pembelajaran berdasarkan
pandangan skinner. Dalam menerapkan teori skinner, guru perlu memperhatikan dua
hal yang penting, yaitu: (i) Pemilihan stimulus yang diskriminatif, dan (ii)
penggunaan penguatan. Sebagai ilustrasi, apakah guru akan meminta respons ranah
kongnitif atau afektif. Jika yang akan dicapai adalah sekedar “menebut ibu kota
Negara Republik Indonesia adalah Jakarta” tentu saja siswa dilatih menghafal.
Langkah-langkah
pembelajaran berdasarkan teori kondisioning operan sebagai berikut :
1.
Mempelajari keadaan kelas. Guru mencari
dan menemukan perilaku siswa yang positif atau negative. Perilaku positif akan
diperkuat dan perilakiu negative akan diperlemah atau dikurangai.
2.
Membuat daftar penguat positif. Guru
mencari perilaku yang lebih disukai oleh siswa, perilaku yang kena hukuman, dan
kegiatan luar sekolah yang dapat dijadikan penguat.
3.
Memilih dan menentukan urutan tingtkah
laku yang dipelajari serta jenis penguatnya.
4.
Membuat program pembelajaran. Program
pembelajaran ini berisi urutan perilaku yang dikehendaki, penguatan, waktu mempelajari
perilaku, danh evaluasi. Dalam melaksanakan program pembelajaran, guru mencatat
prilaku dan penguat yang berhasil dan tidak berhasil. Ketidakberhasilan
tersebut menjadi catatan penting bagi modifikasi perilaku selanjutnya
Sumber
bacaan : Belajar dan Pembelajaran penerbit RENIKA CIPTA (Davidoff, 1988: 199-211; Gredler, 1991:
154-166;Sumardi Suryabrata, 1991; Hilgard dan Bower, 1966: 154-131; Woolfolk
& McCune-Nicolish, 1984: 170-179).
Operarnt Conditioning (B.F Skiner)
dalam Buku Belajar dan Pembelajaran karya Aunurrahman
Menurut
teori Skiner, setiap kali memperoleh stimulus maka seseorang akan memberikan
respons berdasarkan hubungan S-R. Respons yang diberikan ini dapat sesuai “R”
(benar) atau tidak sesuai “F” (salah) seperti apa yang diharapkan. Respons yang
benar perlu diberikan penguatan (reinforcement)
agar orang terdorong untuk melakukannya kembali. Karena itu pemberian penguatan
terhadap respons dapat diberikan secara kontinu (contineous reinforcement), dan dapat dilakukan secara
berselang-selang (intermitten
reinforcement). Pemberian penguatan secara berkelanjutan biasanya dilakukan
pada permulaan proses belajar, yaitu diberikan setiap kali seseorang memberikan
respons yang benar atau sebagaimana yang diharapkan. Setelah selang beberapa
waktu maka frekuensi pemberian penguatan perlu dikurangi dengan maksud agar
orang-orang tersebut tetap tekun belajar dengan semakin tumbuhnya kesadaran
dari dalam dirinya sendiri.
Setelah
melakukan sejumlah percobaan, Skiner menyimpulkan bahwa dengan pemberian
penguatan dapat diimplementasikan dalam proses belajar dalam beberapa hal; (1)
tiap-tiap langkah di dalam proses belajar perlu dibuat secara singkat
berdasarkan tingkah laku yang pernah dipelajari sebelumnya, (2) pada permulaan
belajar perlu ada penguatan (misalnya pemberian imbalan atau hadiah), serta
perlu adanya pengontrolan secara hati-hati terhadap pemberian penguatan, baik
yang bersifat kontinu maupun yang berselang-seling, (3) penguatan harus
diberikan secepat mungkin begitu terlihat adanya respons yang benar. Hal ini
akan sangat berarti dalam rangka memberikan umpan balik bagi mereka yang
belajar sehingga motivasinya diharapkan semakin meningkat karena mereka
mengetahui kemajuan yang telah dicapai di dalam proses belajar, (4) individu
yang belajar perlu diberikan kesempatan untuk mengadakan generalisasi karena
hal ini akan memperbesar kemungkinan adanya keberhasilan.
Terdapat
dua jenis penguatan; (1) penguatan positif, yaitu setiap stimulus yang
keberadaanya dapat memantapkan respons yang diberikan, (2) penguatan negatif,
yaitu semua stimulus yang dihilangkan untuk memantapkan respons yang diberikan.
Hukuman merupakan suatu pengertian yang lain dari pada penguatan. Apabila
penguatan adalah pemberian stimulus positif atau penghilangan stimulus negatif,
maka hukuman merupakan pemberian suatu stimulus negatif atau penghilangan
stimulus positif. Jadi, dapat dikatakan bahwa apabila adanya stimulus
memantapkan respons yang diberikan maka hal tersebut dinamakan penguatan. Sebaliknya,
adanya stimulus yang melemahkan atau menghilangkan respon-respon yang diberikan
maka hal ini disebut hukuman.
Implemetasi penerapan prinsip-prinsip teori
behaviorisme yang banyak digunakan di dalam dunia pendidikan adalah;
a) Proses belajar dapat terjadi dengan baik
apabila peserta didik ikut berpastisipasi secara aktif di dalamnya.
b) Materi pelajaran dikembangkan di dalam
unit-unit dan diatur berdasarkan urutan yang logis sehingga siswa mudah
mempelajarinya.
c) Tiap-tiap respons perlu diberi umpan balik
secara langsung sehingga peserta didik dapat segera mengetahui apakah respons
yang diberikan sudah sesuai dengan yang diharapkan atau belum.
d) Setiap kali peserta didik memberikan respons
yang benar perlu diberikan penguatan. Penguatan positif terbukti memberikan
pengaruh yang lebih baik dari pada penguatan negatif.
Selain dari beberapa bentuk implementasi teori
behaviorisme dalam bidang pendidikan dan pembelajaran sebagaimana dikemukakan
di atas, masih banyak contoh-contoh lain dari penerapan teori ini di dalam kegiatan
pendidikan. Contoh-contoh tersebut, anatara lain; pengajaran terprogram (programmed learning) dimana prinsip
pengembangan pengajarannya adalah dengan mengembangkan materi dalam bentuk
unit-unit kecil yang memberi kemudahan untuk dipelajari oleh peserta didik. Dan
setiap unit tertentu selesai dipelajari peserta didik segera mendapatkan umpan
balik, dan respon yang benar diberikan penguatan yang umumnya berupa penguatan
positif.
Penerapan prinsip-prinsip behaviorisme juga
dikembangkan di dalam bentuk belajar tuntas (mastery learning). Prinsip belajar tuntas juga menekankan pada
keharusan untuk memilah-milah materi pelajaran ke dalam unit-unit yang harus
dikuasai terlebih dahulu oleh peserta didik sebelum melanjutkan ke materi
berikutnya. Pada setiap akhir unit diberikan umpan balik mengenai keberhasilan
belajar yang telah dicapai yang juga sekaligus berfungsi sebagai penguat.
Teori belajar behaviorisme tidak lepas dari
sejumlah kritikan. Kritikan yang mendasar anatara lain mempertanyakan kelayakan
penggunaan hasil uji coba yang digunakan pada binatang serta
keterbatasan-keterbatasan laboratorium. Apakah hasil-hasil penelitian tentang
proses belajar terutama menyangkut S-R yang diperoleh dengan menggunakan
binatang sebagai subyek uji coba dapat diterapkan pada manusia., sebab binatang
yang berlainan species saja akan memberikan respon yang lain apabila diberi
bermacam-macam stimulus dan penguatan. Hal ini tentu akan sangat berbeda lagi
dengan manusia. Pertanyaan lain, apakah hasil-hasil penelitian di laboratorium
peneliti dapat mengatur dan mengukur pengaruh variabel-variabel yang ingin
diteliti dengan mengontrol variabel-variabel lain. Eksperimen di laboratorium
terlalu sederhana sifatnya untuk ukuran ilmu-ilmu sosial sehingga kompleksitas
dan karakteristik belajar pada manusia seakan-akan diabaikan.
Kritikan terhadap teori belajar behaviorisme
juga diarahkan pada sejauh mana faktor-faktor sosial dalam penelitian
eksperimen di laboratorium tersebut diperhatikan. Sebagaimana diketahui bahwa
proses belajar pada manusia bukan merupakan sesuatu yang berdiri sendiri,
karena banyak faktor-faktor lingkungan yang turut memberi pengaruh terhadap
kegiatan maupun hasil belajar. Demikian juga nampak kecenderungan bahwa
penelitian di laboratorium mengesampingkan faktor-faktor perkembangan seperti
pengalaman-pengalaman sebelumnya. Perkembangan adalah pembentukan
keterampilan-keterampilan baru dari keterampilan-keterampilan yang telah
diperoleh sebelumnya, sehingga pengalaman-pengalaman sebelumnya merupakan
sesuatu yang perlu diperhatikan pengaruhnya terhadap proses belajar.
Demikian keterbatasan-keterbatasan dari teori
belajar behaviorisme yang diakui belum dapat mengungkap secara mendasar tentang
proses belajar. Lebih-lebih lagi pandangan behaviorisme yang terkesan mekanistik
dan kaku dalam memandang kegiatan belajar yang dilihat sebagai perubahan
tingkah laku. Padahal di dalam kenyataannya, perubahan sebagai akibat dari
proses belajar juga menyentuh aspek-aspek yang lebih mendalam dan tidak selalu
dapat dilihat dan bukan sekedar perubahan tingkah laku yang teramati.
Sumber: Aunurrahman.2012.Belajar dan Pembelajaran.Bandung:Alfabeta
0 komentar:
Posting Komentar